Jika mendengar kata
istana, tentu yang terbayang adalah suatu bangunan megah dengan arsitektur
menawan, hamparan rumput nan hijau dengan beragam tanaman teduh yang semakin
mempercantik lokasi istana. Begitulah kesan yang saya dapatkan ketika
mengunjungi Istana Bogor (16/5)
bersama ibu-ibu anggota WKRI Cabang St. Monika, BSD.
Pukul 7.00
pagi kami berangkat naik bis menuju ‘kota hujan’ Bogor. Cuaca cerah sangat
mendukung suasana hati yang ceria. Sepanjang perjalanan (setelah berdoa mohon
keselamatan), kami ramai-ramai bernyanyi dan bermain tebak-tebakan. Jarak
tempuh yang memakan waktu dua jam pun tak terasa. Tahu-tahu kami sudah berada
di lokasi dan disambut oleh seorang tour
guide (namanya siapa?) yang
telah siap mengajak semua ibu WKRI St.
Monika untuk berkeliling mengenal lebih jauh Istana Bogor.
Beralamat di Jalan
Ir. H. Juanda No.1 Kota Bogor, istana ini memiliki luas lahan serta bangunan
sekitar 28,86 hektar dengan jarak tempuh sekitar 60 km dari Ibu Kota Jakarta.
Istana Bogor dibangun tahun 1745 pada masa pemerintahan Gubenur Jendral Baron Van Imhofl
dengan diberi nama Istana Buitenzorg
(yang maknanya adalah ‘bebas dari masalah/kesulitan’). Sketsa bangunan
mencontoh gaya arsitektur Istana Blenheim di Inggris. Istana Buitenzorg pernah
mengalami kerusakan pada masa perang Banten (1750-1754).
Setelah perang
usai, istana diperbaiki lagi oleh Gubenur Baron. Pembangunan Istana Bogor
diperluas lagi pada pemerintahan Gubenur
Daendels (1808). Dengan menambah lebar bangunan sayap kiri maupun sayap
kanan dan gedung induk utama dibangun menjadi dua lantai. Di tengah gedung
induk utama berdiri megah sebuah kubah (dome),
bahkan lahan di sekitar istana lalu berkembang menjadi Kebun Raya yang
sekaligus berfungsi sebagai riset ilmu Botani (diresmikan 18 Mei 1817). Sempat
terkena gempa bumi (1834), bangunan istana yang mengalami kerusakan parah
dirobohkan lalu dibangun kembali menjadi bangunan satu lantai (1851) dengan
mengambil desain arsitektur Eropa Abad IX.
Istana diserahkan
kepada Jendral Imamura pada masa
pendudukan Jepang (1942). Saat itu tercatat sekitar 44 orang gubenur Belanda
pernah tinggal di Istana Bogor.Akhirnya setelah merdeka, istana diambil alih
oleh pemerintah Republik Indonesia. Istana Bogor menjadi Kantor Urusan Kepresidenan,sekaligus
sebagai kediaman resmi Presiden Republik Indonesia pada tahun 1949.
Usai sudah
perjalanan keliling Istana Kepresidenan Bogor. Tak lupa para ibu mampir ke toko
cenderamata istana untuk membeli suvenir khas istana, antara lain magnet
kulkas, kaos, patung dan mug. Acara berbelanja tak lengkap rasanya jika tidak
mampir ke Tajur untuk berburu tas dengan harga ‘meriah’ terjangkau. Tak luput
penganan khas Bogor; roti unyil, dan asinan.Wah, tentengan belanjaan sarat di
tangan kanan dan kiri! Bus meluncur pulang ke BSD, tak kalah heboh diiringi
nyanyian dan games. Puji syukur
kepada Tuhan untuk kebersamaan yang indah …. (Yetty A. /Foto :
Yetty A.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar